Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pemikiran Politik
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia pernah menjadi salah satu kekuatan besar
komunisme dunia. Kelahiran PKI pada tahun 1920an adalah kelanjutan fase awal
dominasi komunisme di negara tersebut, bahkan di Asia. Tokoh komunis nasional
seperti Tan Malaka misalnya. Ia menjadi salah satu tokoh yang tak bisa dilupakan dalam
perjuangan di berbagai negara seperti di Cina, Indonesia, Thailand, dan Filipina. Bukan seperti Vietnam yang mana perebutan kekuatan komunisme
menjadi perang yang luar biasa. Di Indonesia perubuhan komunisme juga terjadi
dengan insiden berdarah dan dilanjutkan dengan pembantaian yang banyak menimbulkan korban jiwa. Dan
tidak berakhir disana, para tersangka pengikut komunisme juga diganjar eks-tapol oleh pemerintahan Orde
Baru dan mendapatkan pembatasan dalam melakukan
ikhtiar hidup mereka.
Komunisme lahir sebagai reaksi terhadap
kapitalisme di abad ke-19, yang mana mereka itu mementingkan individu pemilik
dan mengesampingkan buruh. Istilah komunisme sering dicampuradukkan
dengan Marxisme. Komunisme adalah ideologi yang digunakan partai komunis di seluruh dunia. Racikan ideologi ini
berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut
"Marxisme-Leninisme". Komunisme sebagai ideologi mulai diterapkan
saat meletusnya Revolusi Bolshevik di Rusia tanggal 7 November 1917. Sejak saat
itu komunisme diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara
lain.
Istilah komunisme
sering dicampur adukkan dengan komunis internasional. Komunisme atau Marxisme adalah ideologi dasar yang umumnya digunakan
oleh partai
komunis di seluruh dunia. sedangkan komunis internasional merupakan racikan
ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut
"Marxisme-Leninisme".
Komunisme ideologi yang dianut oleh sepertiga
penduduk dunia ini, kini dicap sebagai ideologi berdarah, brutal, pembantai,
pembunuh, pemerkosa, dan juragan despotisme oleh para lawan politiknya,
khususnya dari sekutu Barat, Amerika Serikat. Sebenarnya komunisme adalah
ideologi yang “baik”, dalam artian, dilihat dari visi dan misnya, komunisme
pada dasarnya ingin menciptakan tatanan dunia tanpa penindasan oleh kelas
ekonomi borjuis yang terdiri dari orang-orang kaya, birokrat, dan pemilik modal
terhadap kelas ekonomi proletar yang terdiri dari orang-orang miskin, seperti
buruh, petani, dan kaum pekerja tak bermodal.
Ideologi komunis atau komunisme merupakan
perlawanan besar pertama dalam abad ke-20 terhadap sistem ekomomi yang
kapitalalis dan liberal. Komunisme adalah sebuah paham yang menekankan
kepemilikan bersama atas alat-alat produksi (tanah, tenaga kerja, modal) yang
bertujuan untuk tercapainya masyarakat yang makmur, masyarakat komunis tanpa
kelas dan semua orang sama. Komunisme ditandai dengan prinsip sama rata sama
rasa dalam bidang ekomomi dan sekularisme yang radikal tatkala agama digantikan
dengan ideologi komunis yang bersifat doktriner. Jadi, menurut ideologi
komunis, kepentingan-kepentingan individu tunduk kepada kehendak partai, negara
dan bangsa (kolektivisme).
Komunisme merupakan
ideologi yang menghendaki penghapusan pranata kaum kapitalis serta berkeinginan
membentuk masryarakat kolektif agar tanah dan modal (faktor produksi) dimiliki
secara sosial dan pertentangan kelas serta sifat kekuatan menindas dari negara
tidak berlangsung lagi. Dalam setiap upaya-upaya untuk menanamkan ideologinya
itu, Paham komunis berusaha mengambil jalan pintas yakni dengan jalan revolusi
dengan metode kekerasan. Hal inilah yang menyebabkan antipati masyarakat dunia
terhadap paham ini. Kalau kita membuka lembaran sejarah berikutnya, Afganistan yang pernah berada di bawah jajahan Unisoviet
mengalami tragedi kemanusiaan yang panjang akibat cara-cara kekerasan yang
dilakukan Penganut paham komunis tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Seperti Apa Pemikiran Politik Komunisme
?
2.
Seperti Apa Pemikiran Politik Islam ?
3. Apa
saja Pengaruh Komunisme, Islam dan Nasionalisme terhadap pemikiran Pada Pendiri
Bangsa ?
4.
Apa
yang membedakan antara paham komunis, ideologis islam dan nasionalisme?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui Pemikiran Politik
Komunisme
2.
Untuk mengetahui Pemikiran Politik Islam
3.
Mengetahui Pengaruh Komunisme, Islam dan
Nasionalisme terhadap pemikiran Pada Pendiri Bangsa
4.
Mengetahui apa saja yang membedakan antara paham
komunis, ideologis islam dan nasionalisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran Politik Komunisme
Paham
Komunisme Marxisme Leninisme - Paham ini lahir dari gagasan Karl Marx yang
kemudian didengungkan dan diperkenalkan oleh sahabat Marx, Friedrich
Engels.Paham ini kemudian dikembangkan oleh Lenin, pemimpin Uni Soviet.Dengan
demikian, terkadang komunisme disebut juga ajaran Marxisme atau
Leninisme.Marxisme adalah ajaran yang sangat menjiwai gerakan-gerakan
sosialis-komunis dengan filsafat yang materialistis (historis materialisme) dan
dialektis materialisme serta perjuangan kelas.Ajaran ini diteruskan oleh
Vladimir Lenin menjadi paham Marxisme-Leninisme yang di Indonesia dilarang oleh
pemerintahan Orde Baru.Pada awalnya marxisme adalah ilmu sejarah yang terdiri
atas suatu sistem konsep-konsep ilmiah baru yang memberikan kemungkinan
mempelajari sejarah sebagai sebuah ilmu, yang sebelumnya hanya menjadi ideologi
atau filsafat sejarah, bukan ilmu yang mandiri. Oleh Marx, paham ini disebut
“materialisme sejarah” atau “materialisme historis”, sedangkan oleh Engels disebut
materialisme dialektis. Yangterpenting dalam ajaran Marx adalah perjuangan
kelas, ajaran basis-superstruktur masyarakat, dan revolusi. Menurut Marx,
sejarah manusia adalah sejarah yang berisi peperangan antarkelas. Gerakan kaum
buruh merupakan ekspresi dari perang tersebut karena kaum buruh sangat
menghendaki penghapusan kelas sosial.Kaum buruh menuntut agar pendapatan
ekonomi semua manusia rata.Kaum kapitalis ingin meningkatkan keuntungan dengan
menekan biaya produksi, sedangkan kaum proletar ingin meningkatkan
pendapatannya.
Ekonomi
masyarakat, menurut Marx, ditandai dengan perjuangan antara kelas atas yang
memiliki modal atau alat produksi atau mesin (kapitalis) dengan kelas bawah yang hanya memiliki tenaga (proletar);
kedua kepentingan tersebut kontradiktif dan disebut hubungan produksi. Alat-
kerja, buruh, dan pengalaman kerja disebut tenaga produktif.Marx berpendapat,
basis masyarakat ditandai oleh kontradiksi atau ketegangan, karena di satu
pihak tenaga itu berkembang terus-menerus secara progresif, seiring dengan
perkembangan iptek. Marx menguraikan bahwa mata pencarian manusia menentukan
cara berpikirnya; dengan kata lain:
kesadaran manusia ditentukan oleh cara produksi
barang material dalam masyarakat. Marx memandang kehidupan masyarakat
sebagai dua unsur yang berhubungan searah: ekonomi sebagai basis
(infrastruktur) masyarakat yang menentukan politik, moralitas, agama, hukum,
filsafat, ilmu- pengetahuan, dan berbagai bentuk kesadaran manusia lainnya
sebagai superstrukturnya. Maka dari itu, bila sistem infrastruktur masyarakat
(ekonomi) diubah maka berubah pula semua sistem superstrukturnya.Sementara itu
di kemudian hari Lenin atauVladimir Ilyic Ulyanov tidak menyetujui sikap
Internasionale II yang menanti zaman sosialisme.Lenin tak percaya dan yakin
bahwa kaum proletar dapat mengambil prakarsa dalam mengadakan perjuangan kelas
atau revolusi.Oleh karena itu, menurutnya, revolusi proletar harus dipimpin
oleh sebuah partai politik. Para anggota partai haruslah dari golongan
intelektual yang bertugas memberikan
pemahaman tentang kesadaran kelas yang revolusioner (bersifat tiba-tiba
dan cepat, lawannya evolusioner) kepada kaum buruh dengan
propaganda-propaganda. Partai komunis pun harus memiliki kader-kader sebagai
penerus estafet perluasan ajaran. Di Cina, kaum petani pun dimasukkan sebagai
kelas proletar, temannya kaum buruh. Komunisme sebagai ideologi mulai
diterapkan saat meletusnya Revolusi Bolshevik di Rusia tanggal 7 November 1917.
Sejak saat itu komunisme diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan
ke negara lain. Pada tahun 2005 negara yang masih menganut paham komunis adalah
Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba dan Laos.
Lahirnya Pemikiran Politik
Komunisme di Indonesia
Komunisme
sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan,
dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi.Prinsip semua adalah
milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara
merata.Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya
komunisme juga disebut anti liberalisme.Secara umum komunisme sangat membatasi
agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama dianggap candu yang membuat orang
berangan-angan yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata.
Landasan Pemikiran Komunisme antara lain :
1. Menolak
Kehadiran golongan-golongan yang berbeda dalam masyarakat karena perbedaan itu bisa menimbulkan perpecahan.
2. Kekerasan
adalah sesuatu yang sah-sah saja dalam mencapai negara komunis. Kekerasan
digunakan kepada dua golongan yaitu kepada anti-komunis dan penganut komunis yang di anggap berkhianat.
3. Negara
adalah alat untuk mencapai komunisme. Semua yang dimiliki negara seperti
polisi, TNI, dll digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Komunis
di Indonesia sendiri dimulai dari terbentuknya PKI pada tahun 1920an.Alasan
kaum pribumi yang mengikuti aliran tersebut dikarenakan tindakan- tindakannya
yang melawan kaum kapitalis dan pemerintahan, selain itu iming-iming propaganda PKI juga menarik perhatian mereka.
Partai
Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang berideologi komunis. Dalam sejarahnya, PKI
pernah berusaha melakukan pemberontakan
melawan pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948 dan
dicap oleh rezim Orde Baru ikut mendalangi pemberontakan G30S pada tahun 1965.
Namun tuduhan dalang PKI dalam pemberontakan tahun 1965 tidak pernah terbukti
secara tuntas, dan masih dipertanyakan seberapa jauh kebenaran tuduhan bahwa
pemberontakan itu didalangiPKI. Sumber luar memberikan fakta lain bahwa PKI
tahun 1965 tidak terlibat, melainkan didalangi oleh Soeharto (dan CIA). Hal ini
masih diperdebatkan oleh golongan liberal, mantan anggota PKI dan beberapa
orang yang lolos dari pembantaian anti
PKI.
B. Pemikiran Politik Islam
Dari pokok pikiran yang berkembang
dalam diskursus pemikiran politik Islam, masing-masing kelompok tersebut dapat
digolongkan dalam tiga tipologi.Pertama, kelompok yang menempatkan agama
sebagai subordinasi atas negara dan memandang interrelasi agama dengan negara
sebagai keharusan integralistik. Kelompok ini memandang agama sebagai institusi
yang sempurna dalam mengontrol kehidupan sosial-politik manusia, sehingga
pendekatan lain tidak diperlukan lagi. Model ini dapat dijumpai jejaknya pada
tokoh-tokoh pemikir Islam, semisal Almaududi, Ali Jinnah, Natsir.
Kedua, kelompok yang melihat kemungkinan
adanya negoisasi terhadap aspek-aspek dari luar sepanjang tidak berbenturan
dengan prinsip-prinsip universalisme agama Islam.Kelompok ini toleransif dan
melihat celah dilakukannya jastifikasi terhadap anasir luar, semisal demokrasi,
HAM dan isu lainnya yang bisa saja dipertimbangkan.
Ketiga, kelompok yang memandang
interrelasi agama dengan negara berada dalam ruang yang terpisah atau
sekuler.Dalam pandangan komunitas ini, agama tidak boleh dijadikan jastifikasi
atas kehidupan politik suatu bangsa. Tentu saja argumen yang dikemukakan oleh
kelompok terakhir ini mempunyai segmen bahasan yang cukup kuat tentang
bagaimana seharusnya sekularisme, hubungannya dengan universalisme agama atau
pesan-pesan normatif agama Islam yang tertuang dalam cakupan nash (Alquran dan
Sunnah).
Berdasarkan tiga tipologi di atas,
wacana interrelasi agama dengan negara menjadi ide terapan pada masing-masing
pemikirnya.Usaha menurunkan pemikiran tentang agama dengan negara dalan
tingkatan praktik dapat dilihat pada beberapa usaha-usaha para penggiatnya,
misalnya seruan Maududi terhadap negara Islam Pakistan yang hingga hari ini
tetap relevan terjadi. Atau apa yang terjadi pada negara Turki oleh Mustafa
Kemal dengan kemalismenya yang mempraktekkan Turki sekuler. Di Indonesia hingga
hari ini, konteks negara agama tetap saja ramai dipelopori dengan variabel yang
beragam, dari yang ilegal hingga dianggap konsitusional.
1. Tipologi Integralistik
Tipologi ini
melihat bahwa Islam adalah agama sekaligus negara (din wa daulah). Ia merupakan
agama yang sempurna dan antara Islam dan negara merupakan dua entitas yang
menyatu. Hubungan Islam dan negara benar-benar organik dimana negara
berdasarkan syari’ah Islam dengan ulama sebagai penasehat resmi eksekutif atau
bahkan pemegang kekuasaan tertinggi. Sebagai agama sempurna, bagi pemikir
politik Islam yang memiliki tipologi seperti ini, Islam bukan sekedar agama
dalam pengertian Barat yang sekuler, tetapi merupakan suatu pola hidup yang
lengkap dengan pengaturan untuk segala aspek kehidupan, termasuk politik. Rasyid Ridha,
Sayyid Qutub dan Abu al-‘ala al-Maududi.
a) Rasyid Ridha
Rasyid Ridha,
sebagai seorang yang berkecenderungan tradisional begitu percaya dengan lembaga
kesultanan Usmani yang menurutnya adalah juga kekhalifahan, walaupun mereka
bukan dari keturunan Quraisy dan Arab. Ia tampaknya menutup mata terhadap
despotisme kesultanan Usmani. Kekhalifahan Usmani baginya merupakan pranata
politik supra nasional yang mewakili nabi pasca Abbasiyah yang mempersatukan
umat Islam di berbagai belahan dunia yang perlu dihidupkan dengan tugas untuk
mengatur urusan dunia dan agama, suatu pemikiran yang sama persis dengan
pemikiran al-Mawardi. Alasannya karena Al-Qur’an, hadis dan ijma’ pun
menghendakinya.
Tentu saja ahl
al-hall wa al-‘aqd, sebagai lembaga pemilih khalifah juga perlu dibentuk. Hanya
saja ia lebih maju dibanding pemikir politik Islam klasik yang realis pada masa
klasik dan pertengahan, walaupun untuk khalifah menurutnya mesti seorang ahli
fiqh yang karenanya untuk mempersiapkannya perlu didirikan lembaga pendidikan
tinggi keagamaan, tetapi untuk ahl al-hall wa al-‘aqd anggotanya bukan saja
ahli agama yang sudah mencapai tingkat mujtahid melainkan juga pemuka
masyarakat dari berbagai bidang.
Selain itu,
berbeda dengan pemikir politik sebelumnya, lembaga representatif itu dalam
pandangannya juga bertugas mengangkat khalifah, mengawasi jalannya
pemerintahan, mencegah penyelewengan khalifah dan perlu menurunkannya jika
perlu, sekalipun harus dengan perang atau kekerasan demi kepentingan umum.
Meskipun pandangan-pandangan Rasyid Ridha sulit diterima untuk konteks
kekinian, di mana Rosenthal menganggapnya berada dalam posisi utopis dan
romantis, bagaimanapun Rasyid Ridha telah berhasil memformulasikan tradisi dan
merancangkan gagasan dasar bagi para penganjur negara Islam berikutnya.
Ia merupakan
penghubung yang penting antara teori klasik tentang kekhalifahan dengan gagasan
mengenai negara Islam pada abad ke-20 yang dikembangkan oleh Sayyid Quthb dan
al-Maududi. Keduanya telah mengembangkan yang dalam istilah Profesor Majid
Khadduri, devine nomocracy (negara hukum Ilahi) atau menurut Istilah Profeser
Tahir Azhari Nomokrasi Islam.
b) Sayyid Qutub
dan al-Maududi
Seperti halnya
Rasyid Ridha, Sayyid Quthb menginginkan bentuk pemerintahan supra nasional
(kesatuan seluruh dunia Islam) yang sentralistis, tetapi daerah tidak sebagai
jajahan, mempersamakan pemeluk agama, dan didirikan atas tiga prinsip: keadilan
penguasa, ketaatan rakyat karena hasil pilihannya dan permusyawarahan antara
penguasa dan rakyat. Meskipun ia tidak mempersoalkan sistem pemerintahan apapun
sesuai dengan sistem kondisi masyarakat, namun pemerintahan ini bercirikan
penghormatan pada superemasi hukum Islam (syari’ah). Sayyid Quthb dan juga
al-Maududi adalah orang pertama yang menggunakan pengertian bahwa umat manusia
adalah khalifah Allah di muka bumi sebagai dasar teori kenegaraan. Keduanya
menolak prinsip kedaulatan rakyat dalam pengertian konsep politik Barat, karena
manusia hanyalah pelaksana kedaulatan dan hukum Tuhan yang sebab itu, manusia
tidak boleh membuat kebijakan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Konsep
politik Islam ini oleh al-Maududi disebut sebagai Theo-Demokrasi.
Istilah Theo-Demokrasi
berasal dari dua kata, theokrsasi dan demokrasi. Dua kata yang disatukan dalam
istilah ini dijelaskan Maududi bahwa kewenangan untuk menegakkan pemerintahan
yang diberikan Tuhan kepada manusia dibatasi oleh undang-undang Nya yakni
syari’at. Manusia diberik kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan
pejabat yang melanggar atura Tuhan. Hal-hal yang tidak jelas diatur secara
jelas dalam syari’at diselesaikan berdasarkan musyawarah dan konsensus kaum
muslimin. Mukmin yang memiliki persyaratan dan kemampuan berijtihad diberi
kesempatan untuk menafisrkan undang-undang Tuhan jika diperlukan. Undang-undang
yang sudah jelas terdapat dalam nash tidak boleh seorang pun mengubah atau
membantahnya. Penafsiran terhadap undang-undang yang belum jelas pengertiannya
tidak boleh kontradiktif dengan ketentuan umum undang-undang Tuhan.
Pemikiran
pembaruan politik al-Maududi tentang teori politik pemerintahan didasari oleh
tiga prinsip. Menurutnya, sistem politik Islam didasari oleh tiga prinsip
tersebut, yaitu Unity of God (tauhid), Prophethood (risalah) dan Caliphate
(khilafah). Aspek politik Islam akan sulit dipahami tanpa memahami secara
keseluruhan akan ketiga prinsip ini.
Tauhid berarti
hanya Tuhan sendirilah pencipta, penguasa dan pemelihara. Karena Tuhan adalah
penguasa, segala kedaulatan di alam ini berada pada Tuhan. Dengan demikian,
segala perintah dan laranganNya adalah undang-undang sehingga tidak ada seorang
pun yang berhak mengklaim bahwa dirinya memiliki kedaulatan.
Risalah menurut
Maududi adalah bahwa undang-undang dari Tuhan itu disampaikan kepada Rasulullah
SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. Perbuatan Rasulullah dengan
melakukan interpretasi terhadap undang-undang itu melalui perkataan dan
perbuatannya disebut sunah. Inilah yang disebut sebagai Risalah Muhammad, yang
berisi segala norma dan pola hidup bagi manusia yang disebut syari’ah.
Khilafah, ia
jelaskan dengan ungkapannya bahwa manusia di muka bumi ini diberi kedudukan
sebagai Khalifah (perwakilan), yang berarti bahwa manusia adalah wakil Tuhan di
bumi. Manusia yang dimaksudkannya adalah seluruh komunitas yang meyakini dan
menerima prinsip-prinsip bahwa pemegang kepemimpinan dan yang berkuasa di alam
ini adalah Tuhan, kedaulatan tertinggi ada pada Tuhan. Dengan demikian, setiap
manusia yang menerima prinsip ini berarti telah menduduki posisi khilafah. Akan
tetapi, manusia yang diserahi khilafah yang sah dan benar ini bukanlah
perorangan, keluarga atau kelas tertentu, melainkan komunitas yang meyakini dan
menerima prinsip-prinsip yang telah disebutkan dan bersedia menegakkan
kekuasaannya atas dasar prinsip tersebut. Dengan demikian, pelaksanaan khilafah
itu haruslah kolektif, dan Maududi menyebut teori khilafahnya yang demikian
dengan nama khilafah kolektif.
Untuk
memperjelas mekanisme khilafah dalam rangka melaksanakan kedaulatan Tuhan,
Maududi memberikan ilustrasi sebuah perusahaan yang pengelolaannya diserahkan
pada orang yang bukan pemiliknya. Perusahaan yang demikian haus memberlakukan
empat syarat. Pertama, pemilik sebenarnya bukanlah si pengelola. Kedua,
pengelola harus mengelola perusahaannya dengan instruksi-instruksi pemilikinya.
Ketiga, pengelola harus melaksanakan kekuasaannya dalam batas-batas yang telah
ditentukan pemiliknya. Keempat, pengelola itu harus melaksanakan administrasi
perusahaan itu berdasarkan kehendak pemiliknya, bukan atas kehendaknya sendiri.
2. Tipologi
Sekuler
Kebalikan dari
tipoligi pertama, menurut tipologi ini Islam adalah agama yang tidak berbeda
dengan agama lainnya dalam hal tidak mengajarkan cara-cara pengaturan tentang
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam adalah agama murni bukan negara.
Pemikir yang masuk dalam tipologi ini adalah Ali Abd al-Raziq dan Luthfi
al-Sayyid.
Pada bulan
Maret 1924, Kemal Attaruk, Kepala Negara Turki mengumumkan dihapuskannya
jabatan khilafah dari negaranya Dia mengklaim lembaga khalifah terbukti tidak
bisa berfungsi sejak awal. Setelah kejadian penghapusan khalifah ini, tepatnya
April 1925, Syekh Ali Abd al-Raziq, seorang hakim Syar’iyyah di al-Manshurah menerbitkan
sebuah buku kontroversial yang menuntut dihapuskannya kekhilafahan dan
mengingkari eksistensinya dalam ajaran Islam. Penerbitan buku ini mendapatkan
reaksi yang luar biasa dari kalangan umat Islam di seluruh dunia. Judul buku
tersebut adalah al-Islam wa Ushul al-Hukm.
C. Pemikiran Politik Nasionalisme
Nasionalisme adalah ciri pokok dari
kebangkitan.Dapat dilihat pertumbuhan nasionalisme dalam sejarah, maka kita
jumpai sesuatu yangparadox (Dekker, 1997:12).Misalnya saja munculnya gerakan
nasional sebut saja Budi Utomo adalah merupakan salah satu contoh dari
tumbuhnya kebangkitan nasionalisme.Yang harus dicatat adalah, bahwa faktor
pokok dari munculnya kebangkitan itu ialah tetap faktor dari dalam negeri
sendiri.Faktor dalam negeri atau intern ini merupakan kejadian yang secara
langsung, empiris, dihayati atau dirasakan sendiri oleh bangsa
Indonesia.Rangsangan untuk bergerak justru datang dari pengalaman batinnya
sendiri.walaupun demikian kejadian-kejadian di luar negeri banyak pula
memberikan dorongannya.
Sejauh ini, telah dibicarakan
struktur dan pemerintahan internal negara, tetapi studi komparatif politik
konstitusional tidak akan lengkap tanpa suatu kajian tentang hubungan
internasional dan kondisi-kondisi yang menyulitkan. memang, membicarakan hubungan
eksternal antara negara-negara berarti menyentuh pula aspek terpenting dalam
pemerintahan politik zaman sekarang. Jelasnya bagi bangsa manapun dalam kondisi
modern ini, sia-sia saja jika berusaha melaksanakan cara-cara untuk mencapai
kesejahteraan sendiri tanpa menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa lain.
Revolusi ilmu pengetahuan dan
teknologi abad XX semakin mengaburkan jarak dan mendekatkan hubungan antara
negara-negara di dunia satu sama lain. Akan tetapi hubungan yang lebih dekat
ini tidak serta-merta memperbesar rasa pengertian internasional (Strong, 2008:
416).Sesungguhnya era kemajuan teknologi telah menyebabkan kekacauan lokal di
beberapa tempat terpencil yang dapat meningkatkan ketegangan dunia dan
mengancam kelangsungan masyarakat yang sudah beradab.Pendeknya pemerintah
politik dunia tidak bisa mengikuti kemajuan teknik dunia.Apa yang seharusnya
menjadi kekuatan ilmu pengetahuan yang mempersatukan bangsa-bangsa justru
dilemahkan oleh kesetiaan bangsa-bangsa dunia terhadap konsep nasional yang
telah usang.
Situasi yang kacau-balau ini
sebagian besar menjadi tanggungjawab dari dua perang dunia.Sambil berpacu dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi, kedua perang itu menghancurkan
kekaisaran-kekaisaran besar, memerdekakan warga negara atau rakyat jajahan,
serta melemahkan kedudukan ekonomi dan politik negara-negara besar yang dulu
berkuasa.Kehancuran tatanan dunia lama ini, khususnya sejak perang dunia II,
berdampak sangat luas.Di satu sisi, rakyat negara-negara yang baru terbentuk
sebagaimana mereka bangkit dari bangsa jajahan menjadi bangsa yang merdeka
diilhami oleh suatu jenis nasionalisme baru. Di sisi lain, negara-negara Eropa
barat yang kehilangan wilayah kerajaan luar negerinya, terus bergerak dengan
cara persatuan ekonomi ke arah federasi politik yang menentang konsepsi
nasionalisme yang lama. Di antara masalah-masalah yang harus diselesaikan
bangsa-bangsa tersebut agar dapat menemukan suatu pola pengendalian dunia yang
memuaskan.
Dari penjelasan diatas, dapat dikaji
lebih dalam lagi bagaimana sejarah dari nasionalisme, nasionlaisme dalam
perspektif Indonesia, dampaknya bagi masyarakat Indonesia dengan adanya
nasionalisme tersebut serta nasionalisme daerah pinggiran di Indonesia. Untuk
itu, artikel ini akan membahas lebih dalam tentang nasionalisme.
D.
Pengaruh Komunisme, Islam dan Nasionalisme terhadap pemikiran Pada Pendiri
Bangsa
Menurut Bung
Karno, Islam, Marxis, dan semangat
Nasionalis adalah roh perjuanganyang luar
biasa. Bung Karno melihat ketiga
hal tersebut ada di Indonesia dan mengkristal menjadi
ideology perjuangan melawan penjajah dimana pun. Maka, Bung Karno sangat
menyayangkan perselisihan diantara
ketiga golongan tersebut dan
menekan kanperlunya kerjasama yang
erat bagi ketiga golongan tersebut agar cita-cita kemerdekaan
dapat diraih.
Pada tulisannya
yang berjudul Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme, Bung Karno tampak Ingin
menjadi penengah juga pemersatu diantara ketigagolongan.
Dari uraian - uraiannya Bung Karno berusaha menguraikan benang
kusut yang ada diantara ketiga–isme
dan meyakinkan kepada semua pihak bahwahanya dengan
persatuan ketigagolongan
kaum kolonialis- imperialis diIndonesia bisa
diusir.
Diberbagai kesempatan orasinya Bung Karno selalu menampilkan dirinya yang nasionalis, sekaligus muslim, dan juga Seorang
kiri.
Ia
selalu berusaha mengajak bahwa semua golongan adalah bagian dari Indonesia dan harus
bergotong - royong membangun negeri. Bung Karno mengajak semua pihak
yang ada di tanah air ini, apapun
warnanya, muara perjuangan harus untuk kepentingan seluruh bangsa dan
Negara Indonesia. Konsep penyatuan Nasionalis, Islamis, dan
Marxis adalah sebuah eksperimen yang luarbiasadariBungKarnountukIndonesia, tetapimemangitulahyangdiinginkan BungKarno untuk Indonesia. Dalam
perjalanannya konsep Nasionalis, Islamisme,
dan Marxisme Bung Karno berubah menjadi Nasakom; Nasionalis,
Agama, dan Komunis.
Bung Karno memperluas konsep Islamis memenjadi Agama, yang harapanya semua
agama bisa terwakili dalam konsep persatuannya tersebut.
Bung Karno benar-benar berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan ke-Bhineka-anti gagolongan ini menjadi Tunggal Ika, dalam balutan Ibu pertiwi walau sebenarnya Bung Karno sadar benar golongan -
golongan ini rentan sekali bertikai karena
perbedaan paham yang sangat lebar.
Sekali lagi hal ini tampak sejak tulisannya
yang berjudul Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme
diterbitkan, Bung Karnoberkata, ”Bukannya
kita mengharap yang nasionalis itu supaya berubah paham menjadi Islami satau Marxis, bukannya maksud kita menyuruh Marxis dan Islamis berbalikmenjadi
Nasionalis, akan tetapiimpian kita ialah kerukunan, persatuan
antara tiga golongan tersebut.”
Bung
Karno dalam Nasionalisme,Islamisme,dan
Marxis memenyinggung pada kaum Marxis yang ingkar terhadap perjuangan
kaum nasionalis dan kaum Islamis, Bung
Karno mengajak Marxis Indonesia untuk
bergabung dengan kedua golongan yang lain, ”Sebab taktik Marxisme yang baru, tidaklah menolak
pekerjaan bersama - sama dengan Nasionalis dan Islamis di Asia. Taktik Marxis
meyang baru bahkan menyokong
pergerakan-pergerakan Nasionalis dan Islamis yang sungguh-
sungguh. Marxis yang masih saja
bermusuhan dengan pergerakan-pergerakan
Nasionalis dan Islamis yang keras diAsia, Marxis yang demikian itu tak mengikuti
aliran zaman, dan tak mengerti akan
taktik Marxisme yang sudah berubah.”
Dalam
Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme
Bung Karno menyampaikan kepada para nasionalis untuk bekerjasama
dengan golongan Islam dan Marxis. Di situ Bung Karno mengatakan, ”Nasionalis yang sejati, yang cintanya pada tanahair itu bersendi pada pengetahuan, atas susunan
ekonomi-dunia dan riwayat, dan bukan semata-mata timbul dari kesombongan bangsa belaka–
nasionalis yang bukan chauvinis, harus menolak
segala paham pengecualian
yang sempit budiitu.”
Bung Karno melanjutkan dalam
tulisannya, mengajak agar kaum nasionalis bekerjasama dengan
pihak Islam, ”Adakah keberatan
untuk kaum nasionalis yang sejati buat
bekerja bersama-sama
dengan kaum Islam,
oleh karena Islam itu melebihi kebangsaan
dan melebihi batas-negeri ialah super-nasional super-teritorial? Adalah internasionaliteit Islam suatu rintangan
buat gerakan yang
nasionalisme, buat geraknya kebangsaan?”
Masih
dalam tulisan yang sama BungKarno
mengatakan, ”Bukankah, sebagai
yang sudah kita terangkan, Islam yang
sejati mewajibkan pada
pemeluknya mencintai dan bekerjaun
tuk negeri yang ia diami, mencintai dan bekerja untuk rakyat dianatara mana
iahidup, selama negeri dan rakyat itumasuk Darul-Islam.” Bung Karno menegaskan kembali,”...dimana-mana
orang Islam bertempat
disitulah ia harus mencintai dan bekerja untuk keperluan
negeri itu dan rakyatnya.”
Bung Karno mengatakan
bahwa dalam Islam juga terkandung tabiat-tabiat yang sosialistis maka dari itu seyogyanyalah
kaum Islam harusnya mampu bekerja sama dengan kelompok Marxis, meski sosialisme dalam Islam memiliki asasyang berbeda yaitu spiritualisme sedangkan sosialisme dalam Marxis berdasar pada asas
perbendaan, atau materialisme.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yang tidak kurang penting dipahami adalah konsep sosialisme
Indonesia menjauhkan dirinya dari ketergantungan konsep sosialisme yang lahir
dari negeri asalnya di Eropa dengan permasalahannya sendiri. Para pemimpin dan
pemikir bangsa menghadirkan sosialisme yang khas Indonesia. Sukarno menyebut
Marhaenisme adalah “Marxisme yang dipraktekkan atau diterapkan di
Indonesia…Barang siapa yang menyebut dirinya Marhaenis tapi tidak mempraktekkan
Marxisme di Indonesia…ia hanya seorang pseudo Marhaenis”. Demikian pula
Sutan Syahrir yang mengusung konsep Sosialisme Kerakyatan mengatakan, “Ajaran-ajaran
Marxis harus dianggap bukan sebagai sebuah kredo atau obat, melainkan sebagai
salah satu alat solusi pelbagai persoalan yang dihadapi partai dalam kerangka
realitas masyarakat Indonesia”. Demikian pula Tjokroaminoto menegaskan
jenis dan karakter sosialismenya dengan mengatakan, “Bagi kita, orang Islam,
tak ada sosialisme atau rupa-rupa ‘isme’ lain-lainnya yang lebih baik, lebih
indah dan lebih mulus, selain dari sosialisme yang berdasar Islam…Barang apa
yang telah saya uraikan ini, adalah saya pandang menjadi pokoknya Sosialisme
yang sejati, yaitu Sosialisme cara Islam, bukan Sosialisme ala Barat”. Menjauhkan
diri dari konsep dan gagasan sosialisme dengan menakut-nakuti melalui hantu
komunisme hanya menjauhkan generasi muda dari akar historis sosialisme yang
turut mewarnai revolusi dan pembangunan republik ini. Sudah saatnya konsep dan
gagasan sosialisme dipelajari kembali dan diaktualisasikan untuk membaca
persoalan-persoalan yang diakibatkan oleh sistem kapitalisme global Abad XXI.
Sosialisme sebagaimana diajarkan Tjokroaminoto, sosialisme sebagaimana dipahami
Sukarno, sosialisme sebagaimana diaktualisasikan Hatta, sosialisme sebagaimana
diperjuangkan Sutan Syahrir. Sosialisme yang tidak meninggalkan nilai-nilai
Ketuhanan, sosialisme yang Indonesia, sosialisme Kerakyatan
PENGANTAR
Adapun makalah ini telah kami
usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak,
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan bayak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu,
kami menyadar sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya
maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami
membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin member saran dan kritik kepada
kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan
semoga dari makalah ini dapat diambil
hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.